kamu orang beruntung yang ke :

Jumat, 17 September 2010

TUGAS B.INDONESIA (PART.2)

ARTIKEL UNTUK DIALOG INTERAKTIF
oleh : Saya (wiwin nuril falah)

Pasang Surut Hubungan RI Malaysia

Berbicara mengenai konflik Indonesia Malaysia, hal itu sudah lama terjadi bahkan ketika Malaysia baru berdiri. Seperti yang kita tahu kemerdekaan Malaysia adalah ‘pemberian’ Inggris sebagai penjajahnya. Pertamanya memang Indonesia tidak mempermasalahkan bedirinya Malyasia itu. Negara Malaysia atau yang lebih tepatnya Federasi Malaysia adalah negara federasi gabungan dari beberapa kerajaan local di wilayah Semenanjung Malaysia. Kalimantan Utara yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Sabah, Sarawak dan Brunei tidak termasuk ke dalam wilayah Malaysia namun masih tetap berupa koloni Inggris.

Inggris hendak menggabungkan Kalimantan sebelah Utara bersama wilayah Semenanjung Malaya dalam satu Negara bernama Malaysia.

Terang saja Soekarno selaku Presiden Indonesia saat itu sangat marah dan tidak terima. keberadaan Negara itu justru akan mengancam kedaulatan Indonesia karena hanya merupakan boneka Inggris. Jika wilayah Kalimantan Utara itu diisi Negara bentukan Inggris tentu peluang Inggris menguasai Indonesia, terutama Kalimantan, sangat besar. Tinggal lintas darat sudah sampai Kalimantan. Disamping itu semangat yang sedang berkembang di dunia adalah anti neo imperialism dan neo kolonialisme sedangkan penggabungan wilayah Inggris itu bisa dikatakan neokolonialisme.

Soekarno tidak sembarangan beralasan seperti itu karena fakta memang membuktikan demikian. Indonesia mempunyai pengalaman yang tidak mengenakkan dengan percobaan neokolonialisme. Saat sekutu datang ke Indonesia, yang saat itu Indonesia sudah merdeka, dengan dalih melucuti Jepang ternyata sekutu diboncengi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Bukan tidak mungkin kelak Negara Malaysia yang terletak di utara Kalimantan itu bisa diboncengi kepentingan Inggris. Kalau sampai Federasi Malaysia dan Kalimanan Utara bergabung tentu control Inggris di wilayah Asia Tenggara itu bisa menjadi semakin kuat.

Dan ternyata ketidaksetujuan penggabungan itu juga dirasakan oleh rakyat di sekitar Kalimantan Utara itu. Rakyat Kalimantan Utara ingin membentuk Negara sendiri karena mereka merasa berbeda baik secara ekonomi, politik, sejarah bahkan juga kebudayaan dengan rakyat di Semenanjung Malaya.

Ketidaksetujuan itulah yang mengantarkan terjadinya peperangan diwilayah Kalimantan Utara sana. Peperangan itu praktis bukan antara Indonesia melawan Malaysia, tapi antara pasukan Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) melawan Tentara Inggris baik dari Komando Timur Jauh maupun Brigade Gurkha yang aslinya adalah orang-orang Nepal. Ketika ada segelintir TNI yang terlibat itu bukan tindakan resmi pemerintah. Tidak ada kabar dan semakin membuktikan bahwa Kalimantan Utara memang hanya hendak dijadikan boneka Inggris.

Peperangan di wilayah Kalimantan Utara itu terus berlangsung dengan tanpa keterlibatan pemerintah Indonesia aktif secara resmi. Untuk mengatasi peperangan itu secara diplomasi, para calon Negara-Negara anggota Malaysia dan pemerintah Indonesia serta Filipina berunding di Manila 31 Juli 1963. Akhirnya dicapai kesepakatan pembentukan Negara Malaysia baru itu boleh terjadi asalkan diadakan referendum apakah wilayah yang disengketakan itu [Sabah, Sarawak, Brunei] ingin bergabung dengan Malaysia atau tidak.

Sayangnya ternyata kesepakatan itu dikhianati oleh Malaysia yang secara sepihak menyatakan bahwa calon Negara-Negara bagian yang ada, termasuk Sabah dan Sarawak , bergabung dengan Malaysia. 16 September 1963 dijadikan hari persatuan mereka meskipun hari kemerdekaan tetap dianggap 31 Agustus 1957 saat semenanjung Malaya dimerdekakan Inggris.

Soekarno benar-benar marah atas keputusan sepihak ini. Ketika Malaysia bergabung dengan PBB dan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesiapun dibawa Soekarno keluar dari PBB 7 Januari 1965.

Sementara Sabah Sarawak dinyatakan bergabung dengan Malaysia, peperangan masih saja berlangsung di wilayah itu. Peperangan itu juga disertai demonstrasi di masing-masing kedutaan. Puncak peperangan itu adalah ketika terjadi serangan di wilayah Tebedu [perbatasan Indonesia Malaysia]. Versi lain menyebutkan adanya terjadinya perobekan foto Soekarno disertai diinjaknya Garuda Pancasila oleh Tunku Abdul Rahman, PM Malaysia pada tanggal 18 September 1963 atau dua hari setelah penggabungan itu.

Meskipun tindakan itu dilakukan atas paksaan demonstran namun Soekarno terlanjur marah dan Indonesia secara resmi dan terbuka melakukan konfrontasi militer dengan Malaysia. Militer Indonesia menyerang Kalimantan Utara dan Semenanjung Malaya dengan slogan yang sangat terkenal bernama Ganyang Malaysia. Perseteruan dan konflik itu baru selesai setelah presiden Soekarno digantikan Soeharto sekitar tahun 1966.

Jadi sebenarnya konflik Indonesia Malaysia boleh dibilang atas kuasa adu domba Inggris sekaligus terlalu patuhnya Malaysia pada Inggris. Soekarno sama sekali tidak ingin menganeksasi Sabah Sarawak [Kalimantan Utara] sebagai bagian dari Negara Indonesia. Ketidaksetujuan penggabungan Sabah Sarawak menjadi Malaysia itu lebih dikarenakan menghindari adanya control yang sangat berlebihan dari Inggris apabila Negara bonekanya bersatu.

Bersatunya wilayah jajahan Belanda menjadi Indonesia tidak bisa disamakan dengan persatuan Malaysia itu karena bersatunya Indonesia adalah dengan kuasa dan usaha rakyat Indonesia sendiri, bukan sekedar penyatuan tanpa keinginan rakyat. Soekarno mempersilahkan jika wilayah-wilayah Kalimantan Utara mendirikan Negara sendiri. Hal itu paling tidak ditunjukan Indonesia dengan mempersilahkan rakyat Kalimantan Utara bereferendum menentukan nasibnya sendiri. Yang amat disayangkan lainnya Federasi Malaysia juga diam-diam saja waktu itu saat akan penggabungan Kalimantan Utara menjadi Negara Malaysia, padahal secara sejarah politik, ekonomi dua wilayah itu sangat berbeda.

Sekalipun praktis secara perang terbuka sudah selesai namun ternyata bibit-bibit permusuhan itu masih ada sampai sekarang. Dan sayangnya lagi-lagi dipicu oleh Malaysia.Kalau dulu disebabkan imperialisme dan kolonialisme baru Inggris atas nama Malaysia kepada wilayah Kalimantan Utara, sekarang dilakukan sendiri oleh Malaysia tanpa bantuan Inggris dengan berbagai klaim budaya Indonesia dan pelanggaran perbatasan dalam usaha ekspansi wilayah sampai yang paling sering berupa tindakan represif structural terhadap TKI yang bekerja di sana. Indonesia dan Malaysia adalah Negara serumpun, Negara bertetangga yang bahkan sampai kiamatpun akan terus bertetangga.

Dalam sebuah pertemuan di Bangkok pada 28 Mei 1966, kedua negara mengumumkan langkah-langkah penyelesaian konflik. Selanjutnya, fase booming minyak yang terjadi membuat negara-negara tetangga memandang tinggi Indonesia, apalagi ditambah dengan keberhasilan meraih pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN mencapai angka di atas 10%, membuat tidak banyak yang berani mengusik bumi pertiwi.

Sayangnya, pengelolaan perekonomian negara yang amburadul membuat pembangunan yang telah dicapai mengalami setback. Beban utang yang tidak dikelola dengan baik akhirnya menjerat dan membuat kondisi bangsa terpuruk. Setelah era reformasi, berbagai masalah yang sebelumnya tidak banyak terekspose, terus bermunculan.

Untuk menanggulanginya, pemerintah kedua negara bahkan sepakat membentuk EPG (eminent persons group). Kelompok yang berisikan tokoh-tokoh sepuh kedua negara bertujuan menjaga hubungan baik RI-Malaysia. Namun pemahaman terhadap akar permasalahan yang sebenarnya terjadi, membuat proses mencari solusi tersebut ibarat menegakkan benang basah.

Indonesia boleh saja jumawa pada 1980-an, tapi saat ini, Indonesia bisa dibilang ketinggalan dengan negeri jiran.

Faktor ekonomi memang banyak disebut-sebut sebagai biang kerok yang menyulut konflik kedua negara. Perhatikan saja, mulai sengketa Ambalat yang menjadi rebutan antara Petronas dan Shell karena diprediksi memiliki kandungan minyak yang melimpah, problem TKI yang disebabkan meluapnya tenaga kerja di Indonesia dan kebutuhan tenaga kerja murah di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Hingga episode melodrama antara Pangeran Kelantan dan Manohara yang sarat dengan berbagai konflik ekonomi yang melatarinya.

Pemahaman tersebut idealnya membawa kesadaran bahwa upaya menanggulangi konflik sangat mudah. Bukan siapa yang mendapatkan blok Ambalat, atau bahkan mana yang bisa mengejek lagu kebangsaan paling jelek yang memenangkan persaingan. Namun dengan memperkuat kondisi perekonomian dan menjadi bangsa yang lebih kuat perekonomiannya yang akan tertawa paling akhir.


Kalau diperhatikan, Malaysia memang sering mengawali berulah. Tahun lalu masih jelas di ingatan kita, kapal Malaysia memasuki wilayah perairan Indonesia. Tepatnya pada Juni 2009 silam, kapal tentara Malaysia kepergok memasuki wilayah Ambalat.

pemerintah melalui Departemen Luar Negeri telah sering mengirim nota protes ke Malaysia. Nota protes tersebut adalah yang ke-36 kalinya dilayangkan Indonesia sejak tahun 2003.

Setahun kemudian, tepatnya pertengahan Agustus 2010, Malaysia kembali berulah. Tiga petugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau (Kepri) ditangkap oleh polisi perairan Malaysia. Hiruk pikuk kecaman terhadap Malaysia di dalam negeri pun tak terbendung.

Demonstrasi tiada henti terjadi di depan Kedubes Malaysia di Jakarta dan di beberapa konsulat Malaysia di Tanah Air. Para demonstran mengecam berbagai tindakan Malaysia yang dianggap melecehkan kedaulatan Indonesia.

Di Jakarta, aktivis Bendera menggelar aksi dengan melempari kantor Kedubes AS dengan tinja. Di Malaysia, pelemparan tinja dianggap merupakan penghinaan besar. Kedubes RI di Malaysia pun balik jadi sasaran demo massa.

Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah bahkan menyatakan, Malaysia telah hilang kesabaran terkait aksi demonstrasi yang tertuju ke kedutaannya di Jakarta.


Meski demikian, menurut Anifah, Malaysia tidak akan melakukan tindakan serupa dengan melempari tinja ke Kedubes Indonesia. Karena ini menyangkut integritas bangsa.

Agar kasus serupa tidak terus terjadi, Marty berjanji akan mempercepat pembahasan mengenai batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.

Ada yang puas, juga ada yang tidak puas atas jawaban Marty dan Dai Bachtiar. Ada pula yang menyalahkan Presiden atas lambannya penanganan terhadap WNI yang ditangkap di Malaysia ini.

Isu pun bergulir ke arah pengajuan hak interpelasi kepada Presiden. Partai oposisi, PDI Perjuangan, tentunya sepakat dengan wacana interpelasi. Sementara sebagian anggota koalisi pendukung pemerintah seperti Golkar, juga ada yang sepakat menyuarakan interpelasi.

Isu yang menyebut adanya kemungkinan permusuhan tingkat tinggi seperti Irak vs Irak pun dipatahkan. ini hanyalah sebuah wacana polik yang sengaja dilempar.
Isu itu, digelindingkan oleh pihak-pihak yang tidak sepaham dengan pemerintah. Karena tidak bisa di mainkan, akhirnya partai yang kontra koalisi memainkan soal isu perbatasan,

Presiden juga telah mengirim surat secara resmi kepada Perdana Menteri Malaysia untuk meminta agar persoalan antara kedua negeri segera diselesaikan.

Presiden menyampaikan pesan bahwa semua harus kita selesaikan dengan baik dan berupaya bagaimana membuat suasana ini menjadi sejuk kembali.

setiap kejadian yang melibatkan dua negara bertetangga ini selalu membuat goresan pada masyarakat kita. Kemarahan yang selama ini ditunjukkan masyarakat kita, masih wajar-wajar saja.apabila tidak dibarengi dengan anarkisme,

Ia juga menganjurkan unjukrasa untuk menyatakan kekecewaan, kemarahan terhadap negara Malaysia hendaknya tetap memperhatikan rambu-rambu dan aturan. Karena itu, lanjutnya antara Indonesia dan Malaysia masih sebagai bangsa serumpun dan bertetangga.

Sebagai bangsa yang bertetangga dan sahabat, saya berharap persoalan demi persoalan tidak semakin keruh karena ada emosi yang tak tertahan, kita perlu menahan diri dan mencari solusi yang terbaik, yakni mempercepat perundingan tapal batas,"

Kebijakan dan tekad Presiden SBYuntuk menyelesaikan konflik perbatasan RI - Malaysia melalui jalur diplomasi berupa perundingan patut diapresiasi. Karena itu, semua kalangan masyarakat perlu memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menempuh jalur perundingan yang saling menguntungkan.

Di Malaysia, PM Datuk Seri Najib Razak setuju dengan isi pidato Presiden SBY yang mengedepankan perundingan dan diplomasi. Alasannya, menurut Najib, kedua negara harus memecahkan masalah yang berkembang dan meyakinkan tidak ada pihak yang terlibat yang membuat masalah menjadi kian buruk.

Najib juga menegaskan, pemerintahannya tidak akan mengeluarkan travel advisory yang melarang warga Malaysia berkunjung ke Indonesia, kecuali situasi di Indonesia memburuk.

Najib menuturkan, sebagai negara bertetangga, sulit untuk menghentikan masalah yang timbul khususnya ketika melibatkan wilayah perairan terbuka yang luas.

Sebelumnya, pada Rabu (1/9) malam, Presiden SBY menegaskan, perundingan batas wilayah Indonesia-Malaysia akan diprioritaskan agar tidak terjadi insiden yang mengganggu hubungan kedua negara.

"Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa solusi yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi insiden-insiden serupa adalah dengan cara segera menuntaskan perundingan," kata Presiden.

pernyataan Presiden tersebut cukup terang dan jelas untuk menjelaskan sikap dan langkah pemerintah menghadapi masalah dengan Malaysia.

Mungkin ada yang tidak puas, namun sebaiknya masyarakat memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menangani masalah ini sampai tuntas,

berbagai perkembangan yang ada harus dicermati sebelum pemerintah mengambil langkah terlalu jauh, yakni hasil investigasi insiden tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang ditangkap Polisi Malaysia.

Berharap semua pihak memantau dan mengikuti pertemuan antara Menlu Indonesia dan Menlu Malaysia pada 6 September mendatang.

pidato Presiden SBY sudah komprehensif dan menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan masalah tersebut.

pidato Presiden SBY akan memberi efek kejut terhadap Malaysia dan diharapkan Malaysia bisa merespons hal tersebut. kehendak Presiden SBY untuk menempuh jalur perundingan dalam menyelesaikan konflik-konflik perbatasan sudah tepat. Sebagai presiden, SBY memang harus tenang dan tidak emosional.

konflik Indonesia-Malaysia terjadi karena para menteri di kabinet tidak sinergis, koordinatif, dan bicara sendiri-sendiri dalam menanggapi kasus-kasus konflik RI-Malaysia. "Itu yang membuat SBY cenderung disalahkan masyarakat," ujarnya.

jalur perundingan lebih tepat dikedepankan ketimbang konfrontasi, karena saat ini ada dua juta tenaga kerja Indonesia (TKI) dan ribuan pelajar Indonesia di Malaysia. "Jangan sampai semua ini dikorbankan hanya untuk memuaskan hati beberapa orang," ucapnya.

Indonesia dan Malaysia telah berencana bertemu guna membahas permasalahan perbatasan antara kedua negara di Kota Kinabalu, Malaysia, pada 6-9 September 2010. melalui diplomasi, permasalahan akan selesai. Sebab, kedua negara saling membutuhkan.

Berharap pemerintah mampu mewarisi diplomasi kejuangan para pendiri bangsa ini, serta menangkap aspirasi rakyat Indonesia yang sudah terluka dengan arogansi-arogansi negara-negara tetangga, khususnya Malaysia.

Koalisi Masyarakat Indonesia mengkritik Presiden yang dinilai kurang menyadari adanya pelecehan berulang kali yang dilakukan oleh Malaysia.

Ray menilai, pidato Presiden SBY tersebut pada akhirnya akan membuat Malaysia lebih berani untuk bertindak melanggar kedaulatan Indonesia. "Ke depan, sulit untuk tidak memastikan Malaysia akan lebih berani melanggar kedaulatan kita, dan lebih buruk memperlakukan TKI.

Sementara aktivis Koalisi Masyarakat dari Komite Anti Utang Dany Setiawan menyesalkan pidato Presiden yang dinilai takut dengan Malaysia karena kontribusi ekonomi negeri jiran kepada Indonesia.

DPR mengharapkan, Perjanjian Kinabalu dapat dijadikan momentum dalam menjalin kembali hubungan baik antara Indonesia dan Malaysia, yang sempat tegang karena dampak penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

.Apalagi hubungan dengan Malaysia banyak masalah, bukan masalah perbatasan semata, sehingga perlu segera diselesaikan, jadi dengan perundingan saat ini semoga dapat menyelesaikan sejumlah permasalahan tersebut.

Kalau saat ini terjadi ekses akibat unjuk rasa di Indonesia yang dinilai kurang baik, kasar, dan membakar bendera, hal itu juga tidak dikehendaki oleh WNI. Bangsa Indonesia bisa hidup saling menghormati, rukun dan damai, namun negara tetangga hendaknya juga bersikap demikian.


Mengenai masalah batas negara,harus segera diselesaikan. Kalau dibiarkan berlarut-larut tentu kita yang dirugikan sementara negara tersebut terus memanfaatkan sumber daya alam yang ada di perbatasan tersebut.


pihak Malaysia telah berjanji akan memperbaiki hubungan yang terkait berbagai masalah dengan Indonesia dan akan selalu melakukan komunikasi secara terus menerus, sehingga tidak terjadi salah paham dari kedua negara.


*note for my group (ami, ade, dede) : di copy-paste kayak yang dialog interaktif aja ya. ini di pelajarin, buat bahan jawaban kalian kalo misalnya ada penelpon yang jawab. kalo ini terlalu sedikit bisa kalian tambahin artikel lain.





Related Post:

0 komentar:

Posting Komentar