kamu orang beruntung yang ke :

Jumat, 06 Maret 2015

Nostalgia Permen Jahe

Assalamualaykum readers...
Sebelumnya, untuk ibu-ibu yang lagi nyari resep permen jahe, mohon maaf ini alamat yang salah.
terus kenapa judulnya permen jahe?

Jadi, di tengah malam jumat yang dingin ini aku buka-buka lagi folder lama. ketemu deh foto-foto jaman jahiliyah, video-video aib, dan ... nggak lupa aku juga buka folder tugas. Alhamdulillah, justru di folder tugas itulah aku nemuin kenangan yang jadi headline otak aku sekarang. FOLDER TUGAS BAHASA INDONESIA KELAS 10. Ceritanya dulu itu aku disuruh bikin cerpen. dan aku berusaha bikin cerpen based on my true story (dengan sedikit tambahan imajinasi dan bumbu-bumbu penyedap). tapi serius, tokoh-tokoh, latar belakang, dan sebagian adegan bukan hanya fiktif belaka!!!

Tugas Bahasa Indonesia kelas 10 Akselerasi ( Membuat Cerpen)

Permen Jahe
Oleh Wiwin Nuril Falah


 “Brukk… Arggh ! “ aku menghempaskan diri di springbed merah-ku. Itu yang aku lakukan setiap hari pukul 3 sore untuk melepaskan penat  akan rutinitasku disekolah, belajar, belajar,dan belajar. Biasanya setelah membaringkan badan sejenak, aku akan tertidur. Tapi berbeda sore ini, aku masih saja memikirkan insiden di sekolah tadi. Aku menginjak pulpen mahal milik teman sekelaskku hingga rusak.
Namanya Arie, aku sudah mengenalnya sejak 2 tahun lalu. Dari semua anak dikelasku hanya dia yang tidak pernah bicara denganku. Padahal aku tahu dia bukan anak yang kurang pergaulan. Malah Arie adalah salah satu pemain sepak bola terbaik disekolahku. Ditambah lagi dengan segudang prestasinya di bidang matematika, tentu saja dia punya banyak teman. Sebenarnya, tadi aku sengaja menginjak pulpennya. Tujuanku hanya ingin dia bicara denganku. Tampak jelas di wajahnya bahwa dia marah, namun tetap saja, dia selalu menahannya. Aku tidak tahu apa salahku selama ini sampai dia selalu diam padaku? Apalagi di kelas ini dia adalah ketua kelas dan aku sekretaris kelas, bagaimana bisa aku dan dia tidak pernah bicara? Aku mencoba mengingat masa lalu, masa-masa awal aku bertemu dengannya. Saat itu kami belum sekelas, dia dikelas A dan aku di kelas B. Arie selalu tersenyum ketika berpapasan denganku. Kami sering betemu di perpustakaan pada jam istirahat. Waktu itu aku tidak kenal siapa dia, jadi aku rasa wajar saja kalau kami tidak bicara.
“terima kasih cinta, untuk segalanya…” Lamunanku terpecah tatkala nada dering handphone ku berbunyi. Telepon dari mama, mengingatkanku untuk segera mengemasi barang-barang, karena 3 hari lagi aku akan pindah ke Balikpapan. Rasanya sangat berat meninggalkan Palembang dan berbagai hal yang ada di kota ini, aku sudah terlanjut betah. Disisi lain, aku juga ingin berkumpul dengan keluargaku yang sebenarnya. Selama 2 tahun ini, aku tinggal di rumah nenekku. Perpindahanku sudah sangat dekat, tapi tak satu pun temanku yang tahu tentang ini, aku memang sengaja merahasiakannya.
Hari ini 1 hari sebelum kepindahanku, entah kenapa aku merasa begitu bersemangat kesekolah. Hari ini aku ingin minta maaf dengan semua teman-teman dikelasku. Aku ingin menghabiskan hari-hari terakhir disekolah bersama mereka. Sengaja aku datang lebih cepat dari biasanya, tidak lupa aku bawa kamera di tas untuk mengabadikan momen-momen terakhir bersama mereka. Sampai dikelas, belum ada satu orangpun yang datang, aku mengambil gambar kelas ini. Aku memotret hampir setiap sudut kelas yang memiliki kenangan. Tidak terasa, air mata telah membasahi pipiku. Tapi aku segera menghapusnya, aku tidak mau terlihat sembab saat teman-temanku datang. “kreeekk” suara pintu dibuka, aku reflek menghadap ke arah pintu. belum sempat aku menghapus air mata, Arie datang ke kelas. Dia menatap dalam-dalam ke arahku. Hanya menatap, kemudian dia meletakkan tasnya, lalu keluar lagi tanpa bicara sepatah katapun. Padahal dia melihat aku menangis Perasaanku campur aduk seketika, sedih, kaget, takut, bingung, semuanya jadi satu. Mungkin Arie juga bingung, ada apa denganku, pagi-pagi menangis di dalam kelas sambil memegang kamera ?
Tidak mau terlalu lama menangis, aku lari ke toilet. Aku mencuci wajahku sampai tidak terlihat habis menangis oleh siapapun. Setelah aku rasa wajahku sudah tampak seperti biasa, aku kembali ke kelas. Kepalaku sangat berat, tapi aku berusaha terus tersenyum. Sekarang di kelas sudah ada Intan dan Nazra. Seperti biasa, kalau kami bertiga sudah berkumpul, pasti kelas langsung ramai. Ada saja yang dibicarakan, mulai dari acara tv, novel, sampai gosip.
“Eh, pagi win, sudah datang dari tadi?” nazra menyapaku.
“nggak sih, baru aja, terus ke toilet bentar” aku berusaha tenang menjawabnya. Tampaknya tidak ada yang curiga dengan jawabanku.
Tiba-tiba semuanya menjadi gelap, badanku rasanya melayang, dan “brukkk…” aku jatuh. Aku tidak sadar apa yang telah terjadi pada saat itu, saat aku sadar aku sudah berada di UKS. Arlojiku menunjukkan pukul 10, berarti sudah sekitar 3 jam aku berbaring di ruangan ini. Di sampingku sudah ada teh hangat, minyak kayu putih, dan …. permen jahe. Permen jahe? Siapa yang meletakkan ini di sampingku? Mana mungkin di uks ada permen jahe? Dan siapa yang tahu kalau diam-diam aku suka makan permen jahe? Bukankah aku tidak pernah terang-terangan makan permen itu? Ah, mungkin ini kebetulan saja. Aku menunggu sampai jam istirahat pertama untuk kembali ke kelas.
Aku membuka pintu kelas, “Assalamualaikuuuummmm…” aku berusaha tampak ceria. Tapi, kenapa suasana kelas jadi tampak suram seperti ini? Semua mata menatap ke arahku? Apa salahku? Tatapan mereka seperti marah kepadaku? Kecuali Arie, dia tetap sibuk dengan laptopnya, dan headphone yang melekat di kepalanya, tampaknya tidak peduli dengan apa yang terjadi. Malah, mungkin dia tidak tahu bahwa aku baru saja pingsan. Aku juga berusaha tidak peduli dengan tatapan teman-temanku. Aku tetap tertawa kecil, dengan jalan agak di ayun-ayunkan, agar tetap terlihat ceria. Dan aku berhenti di tempat dudukku, berusaha mebolak-balik buku pelajaran yang telah aku lewatkan. Aku mulai curiga kalau teman-temanku sudah mengetahui kabar kepindahanku. Tapi bagaimana mereka bisa tahu? Apa mungkin Arie yang menyebarkan kejadian tadi pagi? Tapi apakah Arie tahu tentang kepindahanku? Tapi peduli apa dia denganku? Entahlah.
Intan menghampiriku dan berteriak “ WIWIN, STOP !!!”.
kali ini Arie baru tampak melirik sedikit ke arah kami, hanya sebentar, kemudian kembali fokus dengan laptopnya.
Aku terperangah, “Kenapa tan? Apanya yang stop?”  aku curiga kalau anak-anak kelas ini sudah mengetahui kabar perpindahanku.
Intan langsung menjawab “ Win, kenapa kamu nggak mau cerita kalau besok kamu pindah? Kenapa kamu nggak mau cerita? kamu anggap kami semua ini apa? Kami teman-teman kamu, kami peduli sama kamu” matanya tampak berkaca-kaca.
Aku tidak tahu harus menjawab apa. Bibirku rasanya sangat berat untuk digerakkan, bahkan menangispun sudah tak kuat lagi, mungkin karena aku sudah terlalu banyak menangis. Yang bisa aku lakukan hanya menundukkan kepala. Sekali aku menatap ke arah Arie, dia masih saja fokus dengan laptopnya, sementara hampir seluruh anak dikelasku menangis.
“teeett, teeet, teeeeeeett” bel tiga kali, tanda istirahat kedua. Setelah kelas cukup lama hening dengan suasana yang sangat tidak biasa, tentunya suasana yang sangat tidak kami harapkan. Arie sebagai ketua kelas memberi aba-aba pada seluruh anak kelas supaya sholat berjamaah di mushola. Mungkin ini terakhir kalinya aku bisa sholat berjamaah dengan mereka. Teman-teman seperti mereka, sangat sulit untuk aku temui.
Seusai sholat, Nazra dan Intan berusaha bicara baik-baik denganku. Ternyata kabar ini tersebar karena tadi kakekku datang menemui wali kelas untuk membicarakan masalah kepindahanku. Dan kemudian wali kelasku itu memberi tahu hal tersebut pada anak-anak dikelas. Ya tuhan, aku telah berburuk sangka pada Arie. Padahal dia salah apa sampai aku menuduhnya walaupun dalam hati.
Mataku seketika berkaca-kaca. Untung saja jam pelajaran terakhir sedang tidak ada guru. Terlalu banyak hal yang aku pikirkan. Terutama tentang Arie. Apakah setelah mengetahui kabar kepindahanku dia tetap tidak peduli? Mungkin saja dia peduli, tapi apakah sampai hari terakhir aku bertemu dengannya tetap saja dia tidak ingin bicara sepatah katapun padaku? Aku ingin pergi dengan tenang. Kalau dia tetap diam padaku, aku akan merasa terbebani seumur hidup. Aku melihat ke arah Arie. Aku mencoba untuk memulai dialog perdana antara aku dan dia.
“ehmm, hei…” aku mencoba mendekat. Kenapa seketika mulutku terasa berat? Aku tidak tahu apa yang harus aku ucapkan, sungguh aku tidak suka keadaan seperti ini.
“hmm…” Arie tetap terlihat dingin. Malah kali ini dia menjauh dariku, berkumpul dengan anak laki-laki lainnya. Walaupun tidak membicarakan apapun, setidaknya dia sudah mendengarku dan merespon sapaanku. Anggap saja itu salam perpisahan.
Jam pulang sekolah, Arie adalah orang pertama yang meninggalkan kelas. Padahal teman-teman lainnya tidak ingin begitu cepat mengakhiri pertemuan terakhir denganku. Aku tidak bisa melakukan apa-apa, tidak ada gunanya mencegah Arie untuk tetap disekolah. Dia juga tidak akan bicara padaku.
“ Win, besok kamu kesini lagi ya! Sebentar aja nggak papa kok” Nazra memecahkan lamunanku.
“Iya win, kita belum sempat ngasih apa-apa sama kamu. Besok kesini ya, sekalian say goodbye sama anak anak satu sekolah dan guru-guru” temanku yang lain menyambung.
“hmm, Insyaallah ya, kalo nggak dikejar waktu aku bakal menyempatkan buat datang kesini” aku menjawab dengan masih sedikit terisak.
1 hari sebelum kepindahanku, cukup mengesankan. Banyak hal yang terjadi hari ini, tentunya aku tidak akan melupakan itu. Malam ini aku tidak bisa santai, aku harus memilah-milah barang yang akan ku bawa dan mengemasinya lagi. Aku membongkar semua isi lemari pakaian, lemari buku, loker, laci, hingga isi tas-tas ku. Sampai aku menemukan sesuatu. Di dalam tas batik yang terakhir kali ku pakai pada saat acara ulang tahun teman sd-ku, Risya, yang ulang tahunnya hanya berbeda 1 hari denganku. Itu sudah hampir 2 tahun yang lalu. Bahkan aku hampir lupa kalau aku punya tas seperti itu.
Di dalamnya aku menemukan sebuah kotak berisi surat dan beberapa butir permen jahe. Ini bukan permen jahe biasa yang sering aku makan. Tampaknya permen jahe seperti ini tidak ada yang menjual dimanapun. Permen jahe yang sangat unik dengan tangkai berwarna-warni. Tapi sayangnya sekarang tampaknya permen itu sudah basi, tidak layak lagi dimakan.
Sejauh ini aku belum tahu siapa pengirim kotak tersebut. Aku mencoba membuka surat yang dilampirkan bersama permen itu.
“ 16 September 2008
Selamat ulang tahun wiwin ! Semoga lebih baik di usia yang baru.
Maaf ya telat 24 jam. Karena aku yakin baru bisa ngasih ini ke kamu tanggal 16, pas kita bisa ketemu di party-nya Risya. Aku tahu ulang tahun kamu dari facebookmu, tolong di confirm facebookku setelah kamu tahu namaku. Aku anak yang sering senyum sama kamu pas kamu mau ke perpustakaan. Setelah aku cari tahu ternyata kamu anak baru di kelas sebelah.
Aku sering lihat kamu makan permen jahe, sering banget, walaupun kamu sering menyembunyikannya. Jadi aku sisipin beberapa permen jahe di kotak ini. Ini permen jahe spesial loh, dibuat langsung oleh mamaku. Semoga kamu suka.
Aku nggak tahu kamu mau jadi temanku atau nggak. Begini aja deh, kalau kamu mau jadi temanku, besok kamu ke perpustakaan sambil makan permen dariku ya. Kalo kamu nggak mau jadi temanku, ya kamu ke perpustakaan aja tanpa makan permen itu atau anggap saja kamu tidak pernah membaca surat ini.
Aku sangat berharap bisa punya teman sepertimu. Permennya dimakan ya J

Salam hangat
Calon Temanmu,

ARIE ”  

Aku tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang. Mungkin aku sudah tidak kuat untuk menangis. Jadi selama ini aku melakukan kesalahan besar yang tidak pernah aku sadari sama sekali. Jadi selama ini aku dan dia tidak pernah bicara karena itu saja. Sebegitu yakin kah dia kalau aku akan membaca suratnya? Harusnya dia tahu kalau aku belum membaca itu. Aku begitu lelah hari ini, kemudian aku tertidur.
“Mbak, bangun hari ini kan mau ke Balikpapan…” nenek membangunkanku. Saking nyenyaknya tidurku semalam, aku sampai tak mendengar suara alarm. Aku kaget melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah 8. Walaupun pesawatku baru take off pukul 11, tapi aku sudah berjanji akan datang ke sekolah. Secepat mungkin aku bersiap-siap dan segera menuju ke sekolahku, tepatnya mantan sekolahku. Aku segera menemui teman-temanku, aku lihat mereka sudah membawa kenang-kenangan masing-masing.
Aku mencari sosok Arie, aku ingin minta maaf padanya. Aku ingin memanggilnya “teman”. Tapi yang aku lihat di kelas hanya tasnya. Mungkin dia memang sudah tidak peduli lagi denganku. Aku maklumi itu, mungkin kalau aku ada di posisinya aku juga akan melakukan hal yang sama. Walaupun sangat kecewa, aku terus tersenyum saat berpamitan dengan teman-teman dan guru-guruku. 2 jam berlalu, aku sudah harus ke bandara. Satu per satu teman-teman dekatku memberikan kenang-kenangan untukku. Tiba saat giliran Intan, selain memberikankenang-kenangan, intan menyertakan 3 tangkai permen jahe persis seperti yang aku lihat semalam. Aku yakin itu dari Arie.
“Win, ini ada titipan lagi dari seseorang. Aku nggak dibolehin ngasih tahu namanya. Dia bilang kamu pasti ingat” Intan menjelaskan permen itu.
“Iya, aku inget kok. Masih Inget banget malah” aku menerimanya. Di tangkai permen itu digantungi kertas bertuliskan “masih seperti 16 september 2008”.
Segera aku buka permen itu, aku makan secepatnya. Sebisa mungkin aku tunjukkan pada semua orang disana bahwa aku sedang makan permen jahe itu. Aku berharap Arie dapat melihatnya.
Dengan langkah cukup berat, akupun meninggalkan tempat tersebut. Selama di perjalanan ke Balikpapan, hanya perasaan tidak rela yang ada di pikiranku. Aku tidak rela meninggalkan segala hal di Palembang ini, terutama teman-teman sekelasku.
Akhirnya aku menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Balikpapan. Aku menyalakan handphone-ku. Ada sebuah pesan baru dari nomor yang cukup asing bagiku.
“ Terima kasih, Permennya enak bukan? Semoga membuatmu merasa lebih baik, jangan sampai pingsan lagi ya !
Dari : Teman barumu yang matanya masih sembab karenamu “
Seharusnya dari dulu aku bersyukur, aku punya teman yang sangat peduli denganku, Arie. Aku tidak mau kehilangan teman sepertinya. 2 tahun ini, biarlah menjadi pelajaran bagiku, agar lebih peka dengan keadaan disekitarku.


-------------------------------------------------------------------------------------------

hehe, Itu kalimat kuning, tanpa sadar adalah doa. Dan Alhamdulillah, doa itu sudah dijabah sekarang. kalo dihitung-hitung mungkin sudah 6 tahunan aku nggak ketemu sama si tokoh Arie. Tahun ini, di awal tahun 2015, aku dan arie dipertemukan lagi. kok bisa? nah, promosi dikit nih, ini berkat LINE FIND ALUMNI.... seriusss!!! Entah takdir membawa aku dan arie kuliah di tempat yang berdekatan. 
Kalo sebagian dari kalian nggak yakin sama cerita ini karena terlalu drama, wajar, sangat wajar. Aku aja yang ngejalaninnya kadang bingung, kenapa bisa sedrama ini. Masya Allah, skenario Allah itu emang kadang nggak pernah kita duga. makanya, berbaik sangkalah sama Allah...

"Sesungguhnya Allah berfirman : Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-KU" (HR.Muslim)

            ".... Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216)

 Wassalamualaykum readers! :)
           








Related Post:

0 komentar:

Posting Komentar