Kata mereka, aku si perempuan 'pemberontak'.
Apakah sifat wanita yang keras kepala dan tidak-iyaiya-saja, membuat seorang wanita tidak bisa menjadi istri sholihah, ketika saatnya ia menikah?
Aku rasa, itu tidak berkaitan sama sekali.
Aku memang protes ketika sebuah kesalahan terus menerus dibiarkan. Aku tidak akan diam ketika hak seseorang direnggut. Aku tak ragu memberontak ketika seseorang dzalim.
Tapi aku akan tunduk, sepatuh-patuhnya kepada hal yang berdasar perintah Allah dan Rasulullah. Tidak ada protes, karena aku sadar betul, bukan kapasitasku, jika ada yg salah pasti itu sepenuhnya karenaku. Sami'na wa atho'na.
Aku cenderung sinis dan menolak, kepada laki-laki yang memang bukan hak nya untuk menjadi qowwam bagiku. Apalagi yang tidak sesuai dengan value ku. Adalah sebuah bentuk penjagaan diri, agar aku tidak diperdaya oleh laki-laki yang tidak layak. Laki-laki modus? Hempaskan saja.
Aku coba bercermin pada akhlaqku kepada laki-laki yang saat ini paling berhak atasku, Ayah. Hmm memanglah tidak sempurna, namun mana terlintas dalam hidupku berkata keras pada laki-laki yang hidupnya dihabiskan untuk menghidupiku. Meski kadang terlibat dalam perdebatan ringan (yg kusadari itu cara ayah melatih cara berpikirku), tidak pernah ada emosi.
Dan aku sadar betul,
Hanya seorang laki-laki dengan value yang sejalan dengan yang ku miliki, Sekufu, serta mampu menjadi qowwam lah, yang bisa membuatku percaya kemana bahtera akan dilayarkan. Yang membuatku ikhlas sepenuh hati, bahwa bukanlah aku yg memegang kendali, namun aku yakin bersamanya bahtera bisa berlabuh di surgaNya Allah.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar